Aku merindukan bulan
seperti purnama di separuh malam
hijab memisahkan kita
bersama gelap waktu yang tak pasti
kutanamkan jiwaku dalam setiap akar pohon
biar kuat mencengkram cinta
tak remuk dimakan usia
tak pula lapuk...
samapi usai usiaku...
Jeneponto, 26/072010
Senin, 26 Juli 2010
Hujan Bernyanyi Lagi
Hujan bernyanyi lagi
menerobos malam menenggelamkan sunyi
kembali membangkitkan kisah
sepenggal kisah perjalanan hidup gelap
setitik rintik menabung asmara
remuk hilang tersapu air
semuanya gelap dalam rintik hujan.
Ingin kembali...
tapi semuanya tak bisa kembali
Jeneponto, 26/072010
menerobos malam menenggelamkan sunyi
kembali membangkitkan kisah
sepenggal kisah perjalanan hidup gelap
setitik rintik menabung asmara
remuk hilang tersapu air
semuanya gelap dalam rintik hujan.
Ingin kembali...
tapi semuanya tak bisa kembali
Jeneponto, 26/072010
Minggu, 25 Juli 2010
Penjara Cinta
Kenanganku masih terasa
bertabur dalam gelap
menghimpit pikirku yang mengadu resah
Aku berusaha memenjarakannya
di balik jeruji batok kepalaku
aku menanamnya paling dalam...
Kutahu tak akan ada yang dapat menghapusnya
sebab ia luka menganga penuh air mata
Dahsyat!!!!
membuatku terlupa segalanya...
Sebungkus resah
karena tak dapat mewujudkan impian
hanya bisa melamunkan senja.
karena itu rindu tergantung
dan takkkan pernah lepas dari penjara cinta.
Entah sampai kapan...
Sampai kapan?????
Jeneponto, 25/7/2010
bertabur dalam gelap
menghimpit pikirku yang mengadu resah
Aku berusaha memenjarakannya
di balik jeruji batok kepalaku
aku menanamnya paling dalam...
Kutahu tak akan ada yang dapat menghapusnya
sebab ia luka menganga penuh air mata
Dahsyat!!!!
membuatku terlupa segalanya...
Sebungkus resah
karena tak dapat mewujudkan impian
hanya bisa melamunkan senja.
karena itu rindu tergantung
dan takkkan pernah lepas dari penjara cinta.
Entah sampai kapan...
Sampai kapan?????
Jeneponto, 25/7/2010
Kamis, 22 Juli 2010
Makassar dibuat Untuk Kami yang Miskin
Aku di kota Angin Mammiri sekarang. Sesekali mataku tak pernah lepas dari keramaian kota. Tak ada sepi di Sini hanya ada debu mengapung di langit-langit jalanan. Kulihat mobil lalu lalang, motor saling berebut jalan. Sambil berlalu menyusuri kota ku melirik di setiap sudut. Oh..., ada yang aneh...sudut kota sudah bersih dari pengemis, pengamen, dan penjual asongan. Tidak seperti biasanya, ujung jalan A.P. Petta Rani sepi oleh mereka Sang Pejuang Hidup.
Aku masih berpikir sejenak. Mungkin di kota ini tak ada lagi pengemis. Tapi, tak sadar motorku mengarah ke jalan menuju pantai. Oh...pantai semakin indah, gedung-gedung semakin banyak, sedang lautan di timbu terus menerus.
Aku heran sejenak, Aku bangga...
secepat itukah kota ini berkembang.
Malam sudah menjemput matahari. pandanganku dudah mulai gelap. Banyak lampu yang menyala. Sebelum melanjutkan perjalanan aku menyempatkan diri singgah di Mesjid dekat pantai. Cukup sepi kurasa. Tak adakah ummat Islam di sini?
Setelah doa kukirim. Bergegas aku melanjtkan perjalanan ini. Motorku berjalan menuju NUSANTARA. Sebelum smpai ke Pelabuhan. Aku menjumpai beberapa ruko yang gelap tapi di dalamnya ramai akan lampu-lampu dan music. Di dekat pintu ada banyak wanita seksi berdiri. Oh...aku baru tahu inilah MAKASSAR.
Motorku kupercepat melaju. Sebelum sampai di pelabuhan, hujan datang begitu kerasnya. Sedang malam makin pekat. Aku bertepi di sebuah ruko yang pintunya tertutup rapat. Sementara aku melihat beberapa orang tidur di pinggir-pinggir ruko itu. Dengan berselimutkan sarung, dan berkasurkan kardus. Mereka sduah tua, sebagaiannya masih anak-anak. Kasihan pikirku. Tak ada rumah, makan tak jelas, pendidikan tidak ada....
Inikah Kota Makassar Sesungguhnya?
Aku bertambah bingung...
Disisi lain kota Makassar memiliki perkembangan pembangunan yan glebih maju dari kota kawasan timur Indonesia. Diisisi lain orang miskin semakin bertambah. Inikah yang namanya pembangunan? Apalah arti sebuah kota yang begitu megah, gedung-gedung di mana-mana, pantai ditimbun sedemikian rupa, sebuah proyek besar yang kurang menguntungkan rakyat. Menggeser gubuk-gubuk kecil mereka.
Inikah pembangunan?
Makassar, 2010
Aku masih berpikir sejenak. Mungkin di kota ini tak ada lagi pengemis. Tapi, tak sadar motorku mengarah ke jalan menuju pantai. Oh...pantai semakin indah, gedung-gedung semakin banyak, sedang lautan di timbu terus menerus.
Aku heran sejenak, Aku bangga...
secepat itukah kota ini berkembang.
Malam sudah menjemput matahari. pandanganku dudah mulai gelap. Banyak lampu yang menyala. Sebelum melanjutkan perjalanan aku menyempatkan diri singgah di Mesjid dekat pantai. Cukup sepi kurasa. Tak adakah ummat Islam di sini?
Setelah doa kukirim. Bergegas aku melanjtkan perjalanan ini. Motorku berjalan menuju NUSANTARA. Sebelum smpai ke Pelabuhan. Aku menjumpai beberapa ruko yang gelap tapi di dalamnya ramai akan lampu-lampu dan music. Di dekat pintu ada banyak wanita seksi berdiri. Oh...aku baru tahu inilah MAKASSAR.
Motorku kupercepat melaju. Sebelum sampai di pelabuhan, hujan datang begitu kerasnya. Sedang malam makin pekat. Aku bertepi di sebuah ruko yang pintunya tertutup rapat. Sementara aku melihat beberapa orang tidur di pinggir-pinggir ruko itu. Dengan berselimutkan sarung, dan berkasurkan kardus. Mereka sduah tua, sebagaiannya masih anak-anak. Kasihan pikirku. Tak ada rumah, makan tak jelas, pendidikan tidak ada....
Inikah Kota Makassar Sesungguhnya?
Aku bertambah bingung...
Disisi lain kota Makassar memiliki perkembangan pembangunan yan glebih maju dari kota kawasan timur Indonesia. Diisisi lain orang miskin semakin bertambah. Inikah yang namanya pembangunan? Apalah arti sebuah kota yang begitu megah, gedung-gedung di mana-mana, pantai ditimbun sedemikian rupa, sebuah proyek besar yang kurang menguntungkan rakyat. Menggeser gubuk-gubuk kecil mereka.
Inikah pembangunan?
Makassar, 2010
Rabu, 21 Juli 2010
Mengadu
Jika aku ingin mengadu
Pada Tuhan Semua Orang
Satu saja...
Hukum di Sini Tidak Adil
Karena Hukumnya dan Orangnya salah
Jeneponto, 21 Juli 2010
Pada Tuhan Semua Orang
Satu saja...
Hukum di Sini Tidak Adil
Karena Hukumnya dan Orangnya salah
Jeneponto, 21 Juli 2010
Sepi Menitip Pesan
jika ada keluh mengadu
Sepi menitip pesan
Sabar!
Terusik setiap duka
Mengapa?
Jawabnya Karena...
Doa terlalu sedikit dibawah pulang
Terlalu sedikit...
Apalagi tergesa-gesa ku meminta
Sedari Mesjid dekat lapangan
Mungkin itu sebabnya...
Aku masih menyimpan keluh
Resahku sudah ku simpan di belakang rumah
sejak aku mengharap permohonanku di kabulkan.
Tuhanku...
Engkau adalah penciptaku
Maka jauhkanlah aku dari rasa takut selainMu
Jeneponto, 21 Juli 2010
Sepi menitip pesan
Sabar!
Terusik setiap duka
Mengapa?
Jawabnya Karena...
Doa terlalu sedikit dibawah pulang
Terlalu sedikit...
Apalagi tergesa-gesa ku meminta
Sedari Mesjid dekat lapangan
Mungkin itu sebabnya...
Aku masih menyimpan keluh
Resahku sudah ku simpan di belakang rumah
sejak aku mengharap permohonanku di kabulkan.
Tuhanku...
Engkau adalah penciptaku
Maka jauhkanlah aku dari rasa takut selainMu
Jeneponto, 21 Juli 2010
Senin, 19 Juli 2010
Cinta Abadi
Dalam lautanMu
aku berjalan...
sedang gelap gulita menutup mataku
mengaburkan setiap langkahku
tak kenal cintaMu
Tuhanku...
Kurebahkan hatiku dalam pelukan QalamMu
Agar sejengkal langkahku Kau Ridhoi
Agar setiap hidupku menetap lurus di jalanMu
Tuhanku...
Kabut masi menghampiriku
dosa masih mengejarku
lautan hilaf berenang dalam ragaku
Tuhanku...
jika ada kado untukku
Aku ingin kado maafMu
Biar dosaku tenggelam dalam lautan pekat hilang
Karena aku ingin cintaMu...
Cinta Abadi...
Dalam limpahan RahmatMu
aku berjalan...
sedang gelap gulita menutup mataku
mengaburkan setiap langkahku
tak kenal cintaMu
Tuhanku...
Kurebahkan hatiku dalam pelukan QalamMu
Agar sejengkal langkahku Kau Ridhoi
Agar setiap hidupku menetap lurus di jalanMu
Tuhanku...
Kabut masi menghampiriku
dosa masih mengejarku
lautan hilaf berenang dalam ragaku
Tuhanku...
jika ada kado untukku
Aku ingin kado maafMu
Biar dosaku tenggelam dalam lautan pekat hilang
Karena aku ingin cintaMu...
Cinta Abadi...
Dalam limpahan RahmatMu
Khilafku
Ya Allah...
Sungguh Kuasamu Menggenggam Segalanya
Hidupku dalam genggamanMu
Takdirku dalam tuntunanmu
Semuanya sudah tertulis di lautan mahfuz
Aku Khilaf...
Tak menyadari ketetapanmu mengubur harapanku
Aku Khilaf...
menganggap semuanya adalah gelap
Dalam kekuasaanMu
yang aku tak kuasa
Membolak balikkan hati
Cinta menjadi benci
benci berubah cinta...
Engkau sungguh benar
setiap titik takdirMu menghampiriku
seribu juta hikmah di dalamnya
ta kusadari...
Engkau menolongku dalam setiap masalahku
dalam bungkusan sedih takdirMu
aku terkadang lupa engkaulah penciptaku
Maafkan Aku Allah...
Engkaulah yang berhak disembah
Dalam khilafku
Maafkan aku Allah...
Aku hanya insan selalu lupa
Jeneponto, 19 Juli 2010
Sungguh Kuasamu Menggenggam Segalanya
Hidupku dalam genggamanMu
Takdirku dalam tuntunanmu
Semuanya sudah tertulis di lautan mahfuz
Aku Khilaf...
Tak menyadari ketetapanmu mengubur harapanku
Aku Khilaf...
menganggap semuanya adalah gelap
Dalam kekuasaanMu
yang aku tak kuasa
Membolak balikkan hati
Cinta menjadi benci
benci berubah cinta...
Engkau sungguh benar
setiap titik takdirMu menghampiriku
seribu juta hikmah di dalamnya
ta kusadari...
Engkau menolongku dalam setiap masalahku
dalam bungkusan sedih takdirMu
aku terkadang lupa engkaulah penciptaku
Maafkan Aku Allah...
Engkaulah yang berhak disembah
Dalam khilafku
Maafkan aku Allah...
Aku hanya insan selalu lupa
Jeneponto, 19 Juli 2010
Sabtu, 17 Juli 2010
PENJARA CINTA
Masih adakah rindu yang tersisa untukku
walau setetes...
lelahku mengatakan tidak
sebab sudah beberapa hari kutunggu...
hanya ada kata yang mengapung diam.
jika kau tau...
aku menyimpan rindu
sakin dalamnya, kutakmampu menyampaikannya
Hanya bisa kubisikkan dalam inginku
dan mengurungnya begitu saja.
Jika ada penjara tanpa jeruji
maka ia adalah hatiku...
Jeneponto, 17 Juli 2010
Warkop Balla Kopi
walau setetes...
lelahku mengatakan tidak
sebab sudah beberapa hari kutunggu...
hanya ada kata yang mengapung diam.
jika kau tau...
aku menyimpan rindu
sakin dalamnya, kutakmampu menyampaikannya
Hanya bisa kubisikkan dalam inginku
dan mengurungnya begitu saja.
Jika ada penjara tanpa jeruji
maka ia adalah hatiku...
Jeneponto, 17 Juli 2010
Warkop Balla Kopi
PUISI PETUNJUK CINTA
Petunjuk Cinta
Olh: Nursamsir Tahir
Tak akan rebahkan angan ini
walau terlalu besar ombak tuk diarungi
terlalu pekat malam untuk dilewati
samapai belum kutemukan petunjuk yang pasti
Jika ada arah yang pasti
sudah dari dulu aku memeluk cinta ini
merebahkannya dalam hatiku
membungkus dengan ikatan suci
Jika kau mau bersabar
sampai angin bertiup kepastian
tunggulah aku di ujung kerinduanmu
aku akan berusaha ke sana...
Sabarlah cintaku...
sampai angin mengantarku
menyatukan rindu ini...
Jeneponto, 17 juli 2010
di waroeng kopi...
Olh: Nursamsir Tahir
Tak akan rebahkan angan ini
walau terlalu besar ombak tuk diarungi
terlalu pekat malam untuk dilewati
samapai belum kutemukan petunjuk yang pasti
Jika ada arah yang pasti
sudah dari dulu aku memeluk cinta ini
merebahkannya dalam hatiku
membungkus dengan ikatan suci
Jika kau mau bersabar
sampai angin bertiup kepastian
tunggulah aku di ujung kerinduanmu
aku akan berusaha ke sana...
Sabarlah cintaku...
sampai angin mengantarku
menyatukan rindu ini...
Jeneponto, 17 juli 2010
di waroeng kopi...
Langganan:
Postingan (Atom)